Suparji Ahmad. Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia.

Viralutama.co.id, Karimun – Dikutip dari media GardanNews.com terkait permasalah pembunuhan yang di duga dilakukan oleh Dwi Untung (Cun Heng) Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad angkat bicara, hakim tidak bisa secara otomatis menetapkan seorang saksi menjadi tersangka dalam suatu perkara sidang. Minggu (6/9).

“Namun, hakim harus memerintahkan jaksa untuk mencari bukti baru terkait penetapan saksi menjadi tersangka.

Hakim tidak secara otomatis menetapkan saksi menjadi tersangka, namun dia hanya memerintahkan kepada jaksa untuk menetapkan tersangka. Penetapan tersangka bukanlah kewenangan hakim,” ujar Suparji.

Dwi Untung (Cun Heng) Ketua Apindo Kabupaten Karimun

Jaksa juga harus mengumpulkan alat bukti yang menunjukkan bahwa saksi tersebut melakukan suatu perbuatan pidana. Artinya, berdasarkan persidangan itu, hakim bisa memerintahkan jaksa memproses yang bersangkutan (saksi).” Katanya.

“Dalam hal ini, Proses siapa yang menuntut dan itu tetap pada jaksa. Karena yang berkepentingan sebetulnya adalah Negara dan Negara itu direpresentasikan oleh jaksa.

Sementara, hakim sebagai perpanjangan tangan Tuhan di dunia. Hakim adalah sebagai pemberi keadilan,” terang Suparji.

Jika ada warga negara yang melanggar aturan Negara, maka Negara yang akan bertindak melalui proses penetapan tersangka atau melalui proses penuntutan di pengadilan. Hakim hanya memerintahkan jaksa tapi tidak secara otomatis untuk menetapkan tersangka,” tegasnya.

Pernyataan Suparji Ahmad terkait hakim tak bisa serta merta menetapkan seorang saksi sebagai tersangka dalam suatu persidangan tersebut, perlu membuktikan kalau penetapan Dwi Untung sebagai tersangka oleh hakim di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun tidak sesuai dengan KUHAP.

Dwi Untung ditetapkan sebagai tersangka oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun melalui Putusan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003 terkait kasus pembunuhan Taslim alias Cikok yang terjadi pada April 2002 silam.  Kasus pembunuhan terjadi dibulan April 2002, artinya kasus tersebut sudah terjadi sejak 18 tahun silam.

Sementara itu, berdasarkan pasal 78 KUHP poin 1 tentang kewenangan menuntut pidana hapus karena sudah kadaluarsa, dalam angka 4 pasal 78 tersebut dikatakan, terkait kejahatan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.Kasus dihitung kadaluarsa setelah peristiwa hukum terjadi.” Ucap Suparji

“Kadaluarsa itu dihitung dari peristiwa dan bukan berdasarkan penetapan pengadilan,” pungkasnya.

Artikel ini sudah tanyang di Gardanews.com dengan Judul : Terkait Penetapan Tersangka Ketua Apindo Karimun, Suparji Ahmad: Bukan Kewenangan Hakim